Minggu, 06 Mei 2012

pembahasan enzim 2010 pharmacy

Percobaan ini mengenai pengaruh suhu terhadap kerja enzim. Enzim adalah biokatalisator yaitu zat kimia yang terdapat dalam tubuh yang berfungsi mempercepat berlangsungnya reaksi tanpa enzim itu berubah setelah bereaksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim yaitu suhu, pH, konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi, semakin besar konsentrasi enzim maka hasil dan kecepatan reaksi pun cepat. Pengaruh substrat mempengaruhi akan hasil, semakin banyak substrat semakin banyak yang akan dihasilkan, namun hasil ini pun tergantung dari jumlah enzim. pH, seperti halnya protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada lingkungan, ion akan membentuk ion negatif, ion positif, dan zwitter ion. Zwitter ion adalah kondisi protein dimana muatan antara ion positif dan ion negatif sama. Selain bermuatan, enzim juga dapat mengalami denaturasi sehingga dapat menurunkan aktifitas dari enzim. Denaturasi adalah proses perubahan konformasi struktur dari asam amino dari struktur quartener menjadi primer.  Pengaruh suhu, suhu dapat mempercepat kerja suatu enzim jika berada pada suhu optimum. Suhu optimum adalah suhu dimana enzim bekerja dengan baik. Suhu optimum untuk enzim manusia pada umumnya sesuai dengan suhu tubuh yaitu 37o C.
              Sampel yang digunakan yaitu air liur. Dalam air liur terdapat enzim amilase yang dapat mencerna amilum menjadi disakarida dan monosakarida. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu, amilum dan iodin. Prinsip percobaan amilase yang terdapat dalam air liur akan memecah amilum menjadi monosakarida dan disakarida, kemudian di dalam sampel akan ditambahkan iodin, iodin ini akan mendeteksi jumlah amilum yang terdapat dalam sampel. Amilum sisa akan bereaksi dengan iodin membentuk kompleks warna biru yang akan dideteksi di spektrofotometer visible. Jika nilai absorbansinya besar maka konsentrasi amilum juga besar namun jika konsentrasi amilum sedikit maka nilai absorbansinya kecil. Dalam percobaan ini menggunakan alat spektrofotometer visible dengan panjang gelombang maksimum 520. Hal ini karena panjang gelombang tersebut yang dapat diserap oleh larutan serta panjang gelombang tersebut yang memberikan nilai absorbansi maksimum. Spektrofotometer visible mempunyai rentang panjang gelombang 380 nm sampai 760 nm. Prinsip dari alat spektrofotometer visible yaitu jika suatu larutan yang mempunyai warna disinari oleh cahaya dengan panjang gelombang tertentu, maka panjang gelombang yang diteruskan akan dikenali oleh detektor dan nilai yang diteruskan akan diubah oleh detektor dan akan dimunculkan pada layar sebagai nilai absorbansi. Nilai absorbansi ini tergantung konsentrasi zat yang dideteksi dalam larutan. Syarat suatu bahan dapat diukur dengan spektrofotometer visible yaitu bahan tersebut memiliki warna.
              Pertama air liur diencerkan terlebih dahulu untuk memperkecil konsentrasi dari enzim. Hal ini agar jumlah reagen yang digunakan tidak terlalu banyak. Pengenceran air liur menggunakan aquades karena dalam aquades kandungan mineralnya telah berkurang, ditakutkan jika menggunakan air biasa yang masih mengandung mineral, mineral tersebut akan mengganggu dalam pembacaan dan akan menganggu kerja enzim akibat mineral yang dikandungnya. Pertama tabung U dan tabung B yang telah berisi amilum  ditempatkan pada suhu 0oC, 25oC, 37oC, 60oC, dan 100oC, kemudian pada tabung U ditetesi dengan air liur dan ditambahkan iodin. Sedangkan pada tabung B hanya ditambahkan iodin. Tabung B adalah larutan blanko. Larutan blanko adalah larutan yang hanya memiliki pelarut sehingga tidak memiliki konsentrasi  Setelah itu dibaca absorbansinya. Absorbansi adalah jumlah intensitas sinar yang diserap oleh larutan. Pada tabung blanko suhu 0oC memiliki nilai absorbansi 0,243 , pada suhu 25oC memiliki nilai absorbansi 0,221,  pada suhu 37oC memiliki nilai absorbansi 0,248, pada suhu 60oC memiliki nilai absorbansi 0,391 dan pada suhu 100oC memiliki nilai absorbansi 0,287. Untuk sampel I nilai absorbansinya dari suhu 0oC, 25oC, 37oC, 60oC, dan 100oC  yaitu 0,079  A, 0,060 A, 0,055 A, 0,082 A, 0,041 A. Perhitungan dilakukan dengan mengurangkan antara absorbansi blanko dan absorbansi sampel. Hal ini untuk mengetahui jumlah amilum yang terurai, semakin banyak amilum yang terurai semakin sedikit nilai absorbansi. Amilum akan bereakasi dengan iodin membentuk kompleks warna biru yang akan dideteksi oleh spektrofotometer. Jika amilum hanya sedikit berarti enzim bekerja untuk memecah amilum. Jika amilum sedikit maka intensitas warna yang biru juga sedikit, sehingga nilai absorbansinya kecil Dari pengurangan ini diketahui bahwa amilum yang terurai yaitu 0,164 A, 0,153 A, 0,193 A, 0,309 A, 0,146 A. Dari data ini suhu optimum untuk enzim amilase pada sampel I yaitu pada suhu 60oC. Untuk sampel II nilai absorbansinya dari suhu 0oC, 25oC, 37oC, 60oC, dan 100oC yaitu 0.050 A, 0,055 A, 0,051 A, 0,281 A, 0,1 A, Perhitungan dilakukan dengan mengurangkan antara absorbansi blanko dan absorbansi sampel. Dari pengurangan ini diketahui bahwa amilum yang terurai yaitu 0,193 A, 0,166 A, 0,197 A, 0,11 A, 0,187 A. Dari data ini suhu optimum untuk enzim amilase pada sampel II yaitu pada suhu 37oC. Untuk sampel III nilai absorbansinya dari suhu 0oC, 25oC, 37oC, 60oC, dan 100oC yaitu 0,108 A, 0,059 A, 0,031 A, 0,043 A, 0,099 A. Perhitungan dilakukan dengan mengurangkan antara absorbansi blanko dan absorbansi sampel. Dari pengurangan ini diketahui bahwa amilum yang terurai yaitu 0,135 A, 0,162 A, 0,117 A, 0,348 A, 0,188 A. Dari data ini suhu optimum untuk enzim amilase pada sampel III yaitu pada suhu 60oC. Untuk sampel IV nilai absorbansinya dari suhu 0oC, 25oC, 37oC, 60oC, dan 100oC yaitu 0,081 A, 0,061 A, 0,057 A, 0,054 A, 0,084 A. Perhitungan dilakukan dengan mengurangkan antara absorbansi blanko dan absorbansi sampel. Dari pengurangan ini diketahui bahwa amilum yang terurai yaitu 0,162 A, 0,160 A, 0,191 A, 0,337 A, 0,203 A. Dari data ini suhu optimum untuk enzim amilase pada sampel IV yaitu pada suhu 60oC. Untuk sampel V nilai absorbansinya dari suhu 0oC, 25oC, 37oC, 60oC, dan 100oC yaitu 0,081 A, 0,042 A, 0,041 A, 0,098 A, 0,071 A. Perhitungan dilakukan dengan mengurangkan antara absorbansi blanko dan absorbansi sampel. Dari pengurangan ini diketahui bahwa amilum yang terurai yaitu 0,162 A, 0,179 A, 0,207 A, 0,293 A, 0,216 A. Dari data ini suhu optimum untuk enzim amilase pada sampel V yaitu pada suhu 60oC.
              Percobaan ini terdapat data yang tidak sesuai dengan literatur, seharusnya suhu optimum untuk enzim amilase yaitu pada suhu 37oC yaitu sesuai dengan suhu tubuh. Namun pada percobaan ini rata-rata suhu optimum berada pada suhu 60oC, kemudian data yang tidak sesuai serta tidak konstan antara suhu terhadap kerja enzim. Kesalahan ini mungkin terjadi pada prosedur pengerjaan yaitu waktu yang kurang tepat. Hal ini mungkin selama menunggu sampel diukur, suhu larutan kembali menjadi suhu lingkungan yaitu 37oC, sehingga pengaruh suhu tidak terlihat dengan jelas dan kemampuan enzim kembali menjadi baik. Jika enzim berada pada suhu yang rendah, enzim menjadi inaktif, namun jika pada suhu tinggi enzim menjadi denaturasi yang mengakibatkan aktifitasnya menurun atau rusak.  Kemudian dalam percobaan ini amilum yang ditempatkan pada suhu yang berbeda, sehingga ketika pada saat ditambahkan air liur suhu kembali normal sehingga suhu yang terdapat pada amilum tidak mempengaruhi kerja enzim. Seharusnya amilum dan air liur yang  telah bercampur ditempatkan pada suhu  yang sesuai, sehingga dapat jelas pengaruh suhunya, atau air liurnya yang ditempatkan pada suhunya, sehingga pengaruh suhu langsung mengganggu enzim amilase yang terdapat pada air liur dan pengaruh suhu dapat jelas terlihat.