Percobaan
ini mengenai pengaruh suhu terhadap kerja enzim. Enzim adalah biokatalisator
yaitu zat kimia yang terdapat dalam tubuh yang berfungsi mempercepat
berlangsungnya reaksi tanpa enzim itu berubah setelah bereaksi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kerja enzim yaitu suhu, pH, konsentrasi enzim dan konsentrasi
substrat. Konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi, semakin
besar konsentrasi enzim maka hasil dan kecepatan reaksi pun cepat. Pengaruh
substrat mempengaruhi akan hasil, semakin banyak substrat semakin banyak yang
akan dihasilkan, namun hasil ini pun tergantung dari jumlah enzim. pH, seperti
halnya protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada lingkungan, ion
akan membentuk ion negatif, ion positif, dan zwitter ion. Zwitter ion adalah
kondisi protein dimana muatan antara ion positif dan ion negatif sama. Selain
bermuatan, enzim juga dapat mengalami denaturasi sehingga dapat menurunkan
aktifitas dari enzim. Denaturasi adalah proses perubahan konformasi struktur
dari asam amino dari struktur quartener menjadi primer. Pengaruh suhu, suhu dapat mempercepat kerja
suatu enzim jika berada pada suhu optimum. Suhu optimum adalah suhu dimana
enzim bekerja dengan baik. Suhu optimum untuk enzim manusia pada umumnya sesuai
dengan suhu tubuh yaitu 37o C.
Sampel yang digunakan yaitu air
liur. Dalam air liur terdapat enzim amilase yang dapat mencerna amilum menjadi
disakarida dan monosakarida. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu,
amilum dan iodin. Prinsip percobaan amilase yang terdapat dalam air liur akan
memecah amilum menjadi monosakarida dan disakarida, kemudian di dalam sampel
akan ditambahkan iodin, iodin ini akan mendeteksi jumlah amilum yang terdapat
dalam sampel. Amilum sisa akan bereaksi dengan iodin membentuk kompleks warna
biru yang akan dideteksi di spektrofotometer visible. Jika nilai absorbansinya
besar maka konsentrasi amilum juga besar namun jika konsentrasi amilum sedikit
maka nilai absorbansinya kecil. Dalam percobaan ini menggunakan alat
spektrofotometer visible dengan panjang gelombang maksimum 520. Hal ini karena
panjang gelombang tersebut yang dapat diserap oleh larutan serta panjang
gelombang tersebut yang memberikan nilai absorbansi maksimum. Spektrofotometer visible
mempunyai rentang panjang gelombang 380 nm sampai 760 nm. Prinsip dari alat
spektrofotometer visible yaitu jika suatu larutan yang mempunyai warna disinari
oleh cahaya dengan panjang gelombang tertentu, maka panjang gelombang yang
diteruskan akan dikenali oleh detektor dan nilai yang diteruskan akan diubah
oleh detektor dan akan dimunculkan pada layar sebagai nilai absorbansi. Nilai
absorbansi ini tergantung konsentrasi zat yang dideteksi dalam larutan. Syarat
suatu bahan dapat diukur dengan spektrofotometer visible yaitu bahan tersebut
memiliki warna.
Pertama air liur diencerkan
terlebih dahulu untuk memperkecil konsentrasi dari enzim. Hal ini agar jumlah
reagen yang digunakan tidak terlalu banyak. Pengenceran air liur menggunakan
aquades karena dalam aquades kandungan mineralnya telah berkurang, ditakutkan
jika menggunakan air biasa yang masih mengandung mineral, mineral tersebut akan
mengganggu dalam pembacaan dan akan menganggu kerja enzim akibat mineral yang
dikandungnya. Pertama tabung U dan tabung B yang telah berisi amilum ditempatkan pada suhu 0oC, 25oC,
37oC, 60oC, dan 100oC, kemudian pada tabung U
ditetesi dengan air liur dan ditambahkan iodin. Sedangkan pada tabung B hanya
ditambahkan iodin. Tabung B adalah larutan blanko. Larutan blanko adalah
larutan yang hanya memiliki pelarut sehingga tidak memiliki konsentrasi Setelah itu dibaca absorbansinya. Absorbansi
adalah jumlah intensitas sinar yang diserap oleh larutan. Pada tabung
blanko suhu 0oC memiliki nilai absorbansi 0,243 , pada suhu 25oC
memiliki nilai absorbansi 0,221, pada suhu 37oC memiliki nilai
absorbansi 0,248, pada suhu 60oC memiliki nilai absorbansi 0,391 dan
pada suhu 100oC memiliki nilai absorbansi 0,287. Untuk sampel I
nilai absorbansinya dari suhu 0oC, 25oC, 37oC,
60oC, dan 100oC yaitu
0,079 A, 0,060 A, 0,055 A, 0,082 A, 0,041
A. Perhitungan dilakukan dengan mengurangkan antara absorbansi blanko dan
absorbansi sampel. Hal ini untuk mengetahui jumlah amilum yang terurai, semakin
banyak amilum yang terurai semakin sedikit nilai absorbansi. Amilum akan bereakasi
dengan iodin membentuk kompleks warna biru yang akan dideteksi oleh
spektrofotometer. Jika amilum hanya sedikit berarti enzim bekerja untuk memecah
amilum. Jika amilum sedikit maka intensitas warna yang biru juga sedikit,
sehingga nilai absorbansinya kecil Dari pengurangan ini diketahui bahwa amilum
yang terurai yaitu 0,164 A, 0,153 A, 0,193 A, 0,309 A, 0,146 A. Dari data ini
suhu optimum untuk enzim amilase pada sampel I yaitu pada suhu 60oC.
Untuk sampel II nilai absorbansinya dari suhu 0oC, 25oC,
37oC, 60oC, dan 100oC yaitu 0.050 A, 0,055 A,
0,051 A, 0,281 A, 0,1 A, Perhitungan dilakukan dengan mengurangkan antara
absorbansi blanko dan absorbansi sampel. Dari pengurangan ini diketahui bahwa
amilum yang terurai yaitu 0,193 A, 0,166 A, 0,197 A, 0,11 A, 0,187 A. Dari data
ini suhu optimum untuk enzim amilase pada sampel II yaitu pada suhu 37oC.
Untuk sampel III nilai absorbansinya dari suhu 0oC, 25oC,
37oC, 60oC, dan 100oC yaitu 0,108 A, 0,059 A,
0,031 A, 0,043 A, 0,099 A. Perhitungan dilakukan dengan mengurangkan antara
absorbansi blanko dan absorbansi sampel. Dari pengurangan ini diketahui bahwa
amilum yang terurai yaitu 0,135 A, 0,162 A, 0,117 A, 0,348 A, 0,188 A. Dari
data ini suhu optimum untuk enzim amilase pada sampel III yaitu pada suhu 60oC.
Untuk sampel IV nilai absorbansinya dari suhu 0oC, 25oC,
37oC, 60oC, dan 100oC yaitu 0,081 A, 0,061 A,
0,057 A, 0,054 A, 0,084 A. Perhitungan dilakukan dengan mengurangkan antara
absorbansi blanko dan absorbansi sampel. Dari pengurangan ini diketahui bahwa
amilum yang terurai yaitu 0,162 A, 0,160 A, 0,191 A, 0,337 A, 0,203 A. Dari
data ini suhu optimum untuk enzim amilase pada sampel IV yaitu pada suhu 60oC.
Untuk sampel V nilai absorbansinya dari suhu 0oC, 25oC,
37oC, 60oC, dan 100oC yaitu 0,081 A, 0,042 A,
0,041 A, 0,098 A, 0,071 A. Perhitungan dilakukan dengan mengurangkan antara
absorbansi blanko dan absorbansi sampel. Dari pengurangan ini diketahui bahwa
amilum yang terurai yaitu 0,162 A, 0,179 A, 0,207 A, 0,293 A, 0,216 A. Dari
data ini suhu optimum untuk enzim amilase pada sampel V yaitu pada suhu 60oC.
Percobaan ini terdapat data yang
tidak sesuai dengan literatur, seharusnya suhu optimum untuk enzim amilase
yaitu pada suhu 37oC yaitu sesuai dengan suhu tubuh. Namun pada
percobaan ini rata-rata suhu optimum berada pada suhu 60oC, kemudian
data yang tidak sesuai serta tidak konstan antara suhu terhadap kerja enzim.
Kesalahan ini mungkin terjadi pada prosedur pengerjaan yaitu waktu yang kurang
tepat. Hal ini mungkin selama menunggu sampel diukur, suhu larutan kembali
menjadi suhu lingkungan yaitu 37oC, sehingga pengaruh suhu tidak
terlihat dengan jelas dan kemampuan enzim kembali menjadi baik. Jika enzim
berada pada suhu yang rendah, enzim menjadi inaktif, namun jika pada suhu
tinggi enzim menjadi denaturasi yang mengakibatkan aktifitasnya menurun atau
rusak. Kemudian dalam percobaan ini
amilum yang ditempatkan pada suhu yang berbeda, sehingga ketika pada saat
ditambahkan air liur suhu kembali normal sehingga suhu yang terdapat pada
amilum tidak mempengaruhi kerja enzim. Seharusnya amilum dan air liur yang telah bercampur ditempatkan pada suhu yang sesuai, sehingga dapat jelas pengaruh
suhunya, atau air liurnya yang ditempatkan pada suhunya, sehingga pengaruh suhu
langsung mengganggu enzim amilase yang terdapat pada air liur dan pengaruh suhu
dapat jelas terlihat.